Raja Abrahah adalah salah satu tokoh sejarah yang terkenal karena usahanya untuk menghancurkan Ka’bah, rumah suci umat Islam di Mekah. Peristiwa ini terjadi pada tahun kelahiran Nabi Muhammad SAW, yang dikenal sebagai tahun gajah (`aam fiil). Siapakah sebenarnya Raja Abrahah dan apa alasan di balik penyerangannya?
Latar Belakang
Abrahah berasal dari Habasyah atau Abessinia (sekarang Ethiopia), sebuah kerajaan Kristen yang bersekutu dengan Kekaisaran Romawi Timur. Ia adalah seorang perwira yang ditugaskan oleh Raja Najasyi untuk menaklukkan Yaman, sebuah wilayah Arab yang berada di bawah kekuasaan Dinasti Himyar. Himyar adalah sebuah kerajaan Yahudi yang memusuhi Kristen dan menganiaya orang-orang Kristen di Yaman.
Abrahah berhasil mengalahkan Raja Himyar, Dzu Nuwas, dan menggantikannya sebagai penguasa Yaman. Namun, ia tidak puas dengan statusnya sebagai bawahan Raja Najasyi. Ia kemudian memberontak dan membunuh Aryath, panglima perang Najasyi yang menjadi atasannya. Dengan demikian, ia menjadi penguasa mandiri di Yaman.
Motif Penyerangan
Abrahah memiliki dua motif utama untuk menyerang Ka’bah. Pertama, ia ingin mengkristenkan masyarakat Arab yang sebagian besar masih menyembah berhala. Ia melihat Ka’bah sebagai pusat keagamaan dan budaya Arab yang harus dihapuskan. Ia juga ingin memperbaiki hubungannya dengan Raja Najasyi, yang marah karena ia telah membunuh Aryath. Dengan menyerang Ka’bah, ia berharap dapat mendapatkan pengampunan dan dukungan dari Raja Najasyi.
Kedua, ia ingin menjadikan Yaman sebagai pusat perdagangan dan pariwisata Arab. Ia tahu bahwa Ka’bah menarik banyak orang dari seluruh penjuru Arab untuk berziarah dan berdagang. Ia merasa iri dan dengki terhadap kemakmuran dan kemuliaan Mekah. Ia kemudian membangun sebuah gereja megah di Sana’a, ibu kota Yaman, yang dinamakan Al-Qalis (berasal dari bahasa Yunani Ekles). Ia berusaha mengalihkan arus ziarah dan perdagangan dari Mekah ke Yaman.
Jalannya Penyerangan
Abrahah mengerahkan pasukan besar yang terdiri dari tentara Habasyah dan Arab, termasuk beberapa ekor gajah perang. Salah satu gajahnya bernama Mahmud, yang menjadi tunggangan Abrahah sendiri. Pasukan ini bergerak menuju Mekah dengan niat menghancurkan Ka’bah.
Di tengah perjalanan, pasukan Abrahah merampas ternak milik penduduk Mekah dan sekitarnya. Hal ini membuat Abdul Muthalib, kakek Nabi Muhammad SAW dan pemimpin suku Quraisy, marah dan datang menemui Abrahah untuk menuntut kembalinya ternaknya. Abrahah terkesan dengan wibawa Abdul Muthalib, tetapi heran karena ia tidak meminta perlindungan untuk Ka’bah.
Abdul Muthalib menjawab bahwa ternak adalah miliknya, sedangkan Ka’bah adalah milik Allah SWT. Ia percaya bahwa Allah SWT akan melindungi rumah-Nya dari serangan musuh. Abrahah tidak terima dengan jawaban ini dan bersikeras untuk melanjutkan rencananya.
Ketika pasukan Abrahah sampai di dekat Mekah, tepatnya di al-Magmas, mereka mendapati bahwa gajah-gajah mereka tidak mau bergerak ke arah Ka’bah. Gajah-gajah itu hanya mau bergerak ke arah lain atau duduk diam di tempat. Hal ini membuat pasukan Abrahah bingung dan ketakutan.
Tiba-tiba, langit menjadi gelap karena tertutup oleh burung-burung ababil, yaitu burung-burung kecil yang membawa batu-batu dari neraka. Burung-burung itu melemparkan batu-batu itu ke pasukan Abrahah, yang menyebabkan mereka terluka parah dan mati seketika. Hanya sedikit yang selamat dari bencana ini, termasuk Abrahah sendiri, yang luka-luka dan melarikan diri.
Akibat Penyerangan
Penyerangan Abrahah terhadap Ka’bah menjadi peristiwa penting dalam sejarah Islam. Peristiwa ini menunjukkan kekuasaan dan perlindungan Allah SWT terhadap rumah-Nya. Peristiwa ini juga menjadi tanda bahwa Nabi Muhammad SAW akan segera lahir sebagai utusan Allah SWT yang akan menyebarkan Islam ke seluruh dunia.
Peristiwa ini juga menjadi bencana bagi Abrahah dan kerajaan Habasyah. Abrahah meninggal tidak lama setelah kembali ke Yaman karena luka-lukanya. Kerajaan Habasyah kehilangan pengaruh dan kekuasaannya di Yaman dan Arab. Kerajaan Himyar bangkit kembali dan mengusir tentara Habasyah dari wilayahnya.
Peristiwa ini juga disebutkan dalam Al-Quran, surat Al-Fil, yang berbunyi:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ
أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ
وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ
تَرْمِيهِم بِحِجَارَةٍ مِّن سِجِّيلٍ
فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَّأْكُولٍTidakkah engkau (Muhammad) melihat bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah?
Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka itu sia-sia?
Dan Dia mengirimkan kepada mereka burung-burung yang berbondong-bondong,
yang melempari mereka dengan batu dari tanah liat yang dibakar,
lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat). (QS. Al-Fil: 1-5)